Kamis, 24 Mei 2012

ANTARA SENANG DAN BAHAGIA


Kita Pasti Bahagia, Jika…


  7 May 2012 | 21:03 Dibaca: 54   Komentar: 2   1 dari 1 Kompasianer menilai menarik
Ini adalah pertanyaan untuk calon ratu sejagat (entah miss world atau miss universe). Mereka ditanya : “ sekiranya Anda dapat mengulangi hidup Anda lagi dari permulaan, hal-hal apa yang ingin Anda ubah ? “. Salah satu dari perempuan cantik itu berkata : “ aku tidak ingin mengubah apapun. Bahkan kepahitan yang aku rasakan, tidak akan aku ubah.  Sebab,
semua peristiwa hidup yang aku jalani mengantarkan aku pada posisi sekarang ini “. Jawaban yang sarat makna bersyukur dan kebahagiaan. Itu pertanyaan untuk ratu sejagat. Dan pertanyaan untuk kita adalah : Apakah kebahagiaan itu ? bagaimana cara mendapatkan serta mempertahankannya ?.
Apakah Kekayaan Menjamin Kebahagiaan ?
Penelitian Ed Diener, Psikolog dari University of Illinois, menginformasikan kepada kita bahwa dari 100 orang terkaya yang dicatat Forbes hanya sedikit yang mengatakan bahwa mereka bahagia dari rata-rata orang pada umumnya. Sebagian besar mengatakan uang telah membuatnya menderita. Tidak sedikit cerita tentang seorang jutawan yang mewariskan hartanya justru pada orang yang tak dikenalnya. Ini membuktikan bahwa kekayaan justru membuatnya hilang kepercayaan bahkan pada orang-orang terdekatnya. Semua orang dilihatnya hanya ingin berteman karena harta yang ia miliki. Tidak ada ketulusan.
Kenaikan pendapatan (uang) membawa serta kenaikan ekspektasi atau keinginan-keinginan baru. Dapat motor, ingin mobil. Dapat mobil, ingin pesawat dan seterusnya. Uang hanyalah alat mencapai tujuan kebahagiaan. Uang bukanlah solution of the problem. Uang bisa saja menjadi part of the problem. Kekayaan tidak dengan sendirinya mendatangkan kebahagiaan, sebagaimana kemiskinan tidak dengan sendirinya mendatangkan penderitaan. Jika kekayaan tidak serta-merta mendatangkan kebahagiaan, mungkin kesuksesan dapat mendatangkan kebahagiaan.
Ataukah Kesuksesan yang Menjamin Kebahagiaan ?
Sukses adalah mencapai sesuatu yang kita inginkan. Kenyataannya, kita mengorbankan hal-hal yang indah dalam kehidupan seperti kasih sayang, persahabatan, keimanan hanya untuk mengejar dan mempertahankan kesuksesan. Apakah sukses menjamin kebahagiaan ? ternyata tidak. Begitu banyak orang yang diakui kesuksesannya, tapi ternyata tidak bahagia. Malahan berujung pada bunuh diri atau narkoba. Hidup bukanlah roda berputar yang mengaharuskan ada yang dibawah dan ada yang diatas. Hidup seperti mendaki puncak gunung. Kita bisa sama-sama diatas menikmati indahnya pemandangan. Tapi jika kita lalai, kita bisa jatuh dan ditelan kabut kemunafikan.
Apakah untuk bahagia kita harus menderita dahulu di dunia. Seperti bunyi pepatah : “ bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian “. Tidak juga !. Memang, untuk bahagia kita memerlukan banyak kesenangan. Tapi orang yang sedang menikmati kesenangan belum tentu bahagia. Bahagia mempunyai pengaruh yang lebih lama, terasa sampai dihati dan berkaitan dengan kejiwaan/ruhaniah. Sedangkan senang hanya bersifat sementara dan berkaitan dengan jasmani/tubuh. Jika kita hanya mengejar kesenangan duniawi, Kita tidak akan pernah mencapai rasa puas, yang ada malah bosan. Ambil contoh Lionel Messi. Setelah mendapatkan gelar pemain terbaik tiga tahun berturut-turut, apakah ia puas. Takkan pernah, karena ukuran kepuasaan makin lama, makin naik. Jika bukan kurang puas, ia bosan. Ketika kita mengejar kesenangan jasmani, kita terus-menerus menerima rangsangan indrawi. Lama-kelamaan rangsangan itu tidak lagi menimbulkan perasaan apapun. Kita harus mencari kebahagiaan hakiki !.
Tujuan Hidup adalah Kebahagiaan
Socrates berkata : Kebahagiaan adalah puncak dari tujuan terakhir, atau summum bonum. Metodenya seperti ini ; mengapa anda kuliah ? karena ingin mendapat pekerjaan. Mengapa anda ingin mendapat pekerjaan ? agar dapat menafkahi keluarga. Mengapa anda ingin menafkahi keluarga ? karena ingin mencintai dan dicintai. Mengapa Anda ingin dicintai dan mencintai ? karena ingin dicintai Tuhan. Mengapa Anda ingin dicintai Tuhan ? karena ingin bahagia. Mengapa Anda ingin bahagia ?  karena ingin bahagia. Jadi, puncak dari tujuan terakhirnya adalah ingin dicintai Tuhan. Puncak kebahagiaan tertingginya adalah ketika ia dicintai Tuhan. Kecerdasan, kesehatan, kekayaan, cinta keluarga dan sahabat hanyalah anak tangga (kebaikan,kesenangan) menuju kebahagiaan hakiki.
Kebahagiaan adalah Perspektif
Musibah itu pasti, penderitaan hanyalah perspektif kita dalam memandang sesuatu. Ada orang yang mendapat musibah seperti kehilangan kedua kaki, tapi tidak memandangnya sebagai suatu penderitaan. Malahan ia bersyukur masih dapat hidup dan tersenyum. Sebaliknya, keberuntungan itu pasti, kebahagiaan adalah perspektif kita dalam memandang sesuatu. Ada orang yang beruntung mendapat hadiah kipas angin, tapi ia menderita karena tetangganya mendapatkan AC. Jadi, musibah dan keberuntungan itu pasti ada dan berasal dari sesuatu yang ada diluar kemampuan kita (faktor eksternal). Sementara penderitaan dan kebahagian adalah perspektif kita memandang sesuatu yang terjadi pada kita (faktor internal).
Karena kita adalah manusia, wakil alam semesta, maka sudah sewajarnya kita tidak terlalu terpengaruh pada faktor eksternal-nya kita saja.  Yang harus kita lakukan adalah pemantapan cara memandang sesuatu atau faktor internal-nya kita. Caranya adalah memperbanyak khazanah pengetahuan (keluwesan perspektif) dan tetap berpikir positif. Ketika kita bahagia, kita belajar lebih efektif, berpikir lebih kretaif, toleran pada setiap perbedaan. Karena perbedaan hanyalah ketidaksamaan cara pandang. Saya bisa saja melihat pelangi dari sini, tapi nun jauh disana sebagian lainnya tak dapat melihatnya. Ketika kita bahagia, kita peka terhadap sosial dan ingin berbagi kebahagiaan.
Kebahagiaan dalam Perspektif Agama
Dalam ajaran budha diajarkan untuk mengikis penderitaan dengan mengurangi keinginan, hasrat atau hawa nafsu untuk mengejar nirvana. Dan meditasi dapat membantunya. Sementara agama yahudi mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan tidak melulu harus menghilangkan keinginan. Cukup mematuhi  10 larangan Tuhan dan taurat. Agama nasrani mengajarkan belas kasih pada para penganutnya. Karena penjahat terjahat sekalipun ingin diperlakukan baik. Maka berbuat baiklah kepada semua orang.
Dalam agama islam kita diwajibkan saling memperingati akan pentingnya meraih kebahagian minimal 10 kali dalam sehari. Perihal tersebut, ada dalam lafazh adzan dan iqamah, Hayya ‘alal falah (marilah meraih kebahagiaan). Dan setelah lafazh tersebut, lafazh adzan dalam mahzab ahlut bait mengucapkan hayya ‘ala khayril ‘amal ( marilah berbuat baik). Dalam Al-Qur’an Tuhan berfirman : “ Katakanlah, tidak sama keburukan dan kebaikan, walaupun banyaknya keburukan memesona kamu. Bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu berbahagia. “ (QS. 5:100). Nabi Muhammad SAW. besabda : “ Barang siapa membahagiakan seorang mukmin, ia telah membahagiakan aku. Barang siapa membahagiakan aku, ia telah membahagiakan Allah Swt.  “. Itulah beberapa anjuran bahkan keharusan untuk meraih kebahagiaan dalam berbagai perspektif agama.
Agar Kita Berbahagia
Siapa yang tidak ingin kehidupannya bahagia ? Itulah tujuan hidup. Di dunia, pun di akhirat kelak. Inilah alasan mengapa banyak manusia menghabiskan uang, tenaga dan waktunya untuk pergi ke psikiater, seminar, liburan, berinteraksi, berorganisasi, ke tempat ibadah atau untuk sekedar curhat. Apalagi di kota-kota besar. Mereka perlu seorang motivator untuk meningkatkan motivasinya dalam mencapai kebahagiaan. Padahal, motivator terbaik adalah diri sendiri. Kata kucncinya adalah bagaimana kita mengingikan apa yang kita dapatkan. Bukan mendapatkan apa yang kita inginkan. Syukur, akan mendatangkan syukur-syukur lainnya.
Sekali lagi kebahagiaan adalah kumpulan persfektif. Kumpulan persfektif itu yang membentuk sikap dan mengeras menjadi karakter. Mengapa orang gila yang makan dari tempat sampah tidak terserang penyakit ganas ketimbang para pejabat. Karena pola pikir mereka yang tidak muluk-muluk seperti pejabat. Perspektif juga menentukan usia dan kesehatan. Kita pasti bahagia, jika kita memandang sesuatu yang terjadi pada kita dengan benar dan baik. Izinkan saya menutup tulisan ini dengan meminta Anda untuk memejamkan mata Anda barang sebentar dan bayangkan orang-orang terkasih dalam hidup Anda yang mungkin saja selama ini telah Anda abaikan. Bayangkalah mereka dengan penuh kasih.
Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam.
Referensi :
1. Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Meraih Kebahagiaan. Bandung :Remaja Rosdakarya Offset.
2. Hartono Tasir Irwanto, dalam artikel ; http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/28/bahagia-itu-pilihan/.
Disebarluaskan juga oleh : mammpirdullu.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar