Belajar
dari Sang Surya
Oleh : Arvan Pradiansyah
Di sebuah kota
tinggallah dua orang bijak yang sudah hidup bersama selama 30 tahun. Selama itu
mereka belum pernah sekalipun bertengkar. Suatu hari seorang dari mereka
berkata, ”Tidakkah kau berpikir bahwa inilah saatnya kita bertengkar, paling
tidak sekali saja?”
Kawannya menyahut, ”Bagus kalau begitu! Mari kita
mulai. Apa yang harus kita pertengkarkan?” Orang bijak pertama menjawab,
”Bagaimana kalau sepotong roti ini?”
”Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti
ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?” tanya orang bijak kedua. Orang bijak
pertama lalu berkata,
”Roti ini punyaku. Ini milikku semua.” Orang bijak kedua
menjawab, ”Kalau begitu, ambil saja.”
Para pembaca yang budiman,
alangkah damainya dunia ini kalau kita semua berperilaku seperti dua orang
bijak tersebut. Coba Anda renungkan, bukankah pertengkaran, perselisihan, dan
peperangan yang terjadi di dunia ini bersumber dari keinginan kita untuk
meminta sesuatu dari orang lain? Kita suka meminta, tapi sayangnya kita tak
suka memberi.
Di rumah kita meminta perhatian pasangan kita,
meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu melayani kita. Di tempat
kerja, kita meminta bantuan bawahan, meminta pengertian rekan sejawat, dan
meminta gaji yang tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku
sebagai pemimpin selalu meminta pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta
masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.
Bahasa kita sehari-hari adalah ”bahasa” meminta.
Mengapa kita suka meminta tetapi sulit memberi? Ada
logika yang sepintas lalu masuk akal. Logika tersebut mengatakan, ”Dengan
meminta milik Anda akan bertambah, sebaliknya dengan memberi milik Anda akan
berkurang.” Pikiran semacam ini menimbulkan ketamakan dan perasaan takut untuk
berbagi.
Padahal hukum alam menyatakan yang sebaliknya.
Justru dengan banyak memberi, kita akan banyak pula menerima. Coba perhatikan
orang yang disenangi dalam pergaulan. Merekalah orang yang suka memberi.
Sebaliknya orang-orang yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah
memberi.
Keinginan untuk memberi tak ada kaitannya dengan
banyaknya harta yang kita miliki. Ada
orang yang kaya raya tapi sulit sekali memberi. Mereka selalu mengatakan,
”Kalau banyak memberi, kapan saya bisa kaya seperti ini?”
Mereka tak mau memberi karena takut miskin.
Seolah-olah dengan memberi mereka akan terkuras habis. Mereka sesungguhnya
orang yang benar-benar miskin. Karena bukankah ketakutan akan kemiskinan
merupakan kemiskinan itu sendiri?
Sebaliknya ada orang yang sederhana tetapi
senantiasa mau berbagi dengan orang lain. Mereka inilah orang-orang yang kaya.
Yang menjadikan kita kaya sebenarnya bukanlah seberapa banyak yang kita miliki,
tetapi seberapa banyak yang kita berikan kepada orang lain.
Sumber kekayaan yang sejati sebenarnya terletak
di dalam diri kita sendiri. Sayangnya, banyak orang tak sadar. Mereka sibuk
mengumpulkan permata dan berlian, lupa bahwa permata yang ”asli” sebenarnya ada
di dalam diri kita sendiri.
Namun, hal itu tak terjadi begitu saja. Ibarat
menggali permata yang ada di dalam bumi, Anda juga harus melakukan penggalian
ke dalam diri kita. Nah, begitu Anda melakukan perjalanan ke dalam, Anda akan
mulai merasakan efeknya.
Mula-mula, beberapa masalah fisik yang
berlarut-larut akan terhapuskan, kemudian masalah-masalah emosi yang pelik akan
terselesaikan. Teruskan menggali, Anda akan merasakan hidup yang bermanfaat,
dan akhirnya akan timbul suatu kesadaran bahwa kita semua adalah satu dan tak
bisa dipisah-pisahkan.
Untuk bisa menggali, Anda perlu menemukan
kuncinya. Tanpa kunci ini perjalanan Anda akan sia-sia belaka. Anda ingin tahu
kuncinya? Jawabnya adalah: dengan memberi kepada orang lain!
Jangan salah, memberi tak selalu harus berkaitan
dengan materi dan uang. Kahlil Gibran mengatakan, ”Bila engkau memberi dari
hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah
pemberian yang penuh arti.
” Ada
banyak sekali kesempatan bagi kita untuk memberi. Anda bisa memberikan
perhatian, pengertian, waktu, energi, pemikiran, pujian, dan ucapan terima
kasih. Anda bisa memberikan jalan bagi pengendara mobil lain di jalan raya.
Anda juga bisa sekedar memberikan senyuman. Hal-hal yang sederhana ini dapat
berarti banyak bagi orang lain.
Orang yang enggan memberi adalah mereka yang tak
pernah belajar dari kehidupan itu sendiri. Padahal esensi kehidupan adalah
memberi. Tuhan sebagai sumber kehidupan adalah Sang Maha Pemberi. Lihatlah,
betapa Tuhan telah memberikan segalanya tanpa pilih kasih, tak peduli kita baik
ataupun jahat. Inilah unconditional love, sebuah cinta tanpa syarat.
BILA ANDA SUKA BELI BUKUNYA BP. ARVAN PRADIANSYAH AL: KAMU TAK SENDIRI, 7 HUKUM BAHAGIA DLL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar